Rabu, 28 Desember 2011

PERMASALAHAN PAJAK YANG TAK KUNJUNG PADAM DI INDONESIA
Pajak yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Di tahun 2010 ini ternyata permasalahan pajak di Indonesia tidak henti-hentinya muncul. Padahal pajak merupakan suatu kewajiban masyarakat sebagai warga negara, tetapi masih banyak masyarakat yang tidak membayar pajak. Bahkan banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menggelapkan dan terlibat dalam kasus pajak. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi negara, padahal dengan kita membayar pajak, dapat menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Jakarta – Sepekan ini BUMI terkoreksi 7,1%. Memburuknya sentimen eksternal serta berlanjutnya tegang urat kasus pajak, sempat membuat emiten batubara ini menyentuh level terendah di Rp2.150 (INILAH.COM,13/02/2010). Seperti pada PT Bumi Resources milik Bakri mengalami kasus penunggakan pajak yang menyebabkan kerugian negara. Walau kasus ini masih dalam penyelidikan namun kerugian yang diderita negara terus meningkat. Padahal perusahaan ini tergolong perusahaan besar, karena terlibat dengan kasus pajak, saham perusahaan ini pun jatuh. Jika kasus pajak itu dapat di selesaikan mungkin BUMI dapat menaikkan sahamnya kembali ke tingkat yang tinggi.
Banyak contoh kasus lainnya seperti kasus penggelapan pajak Asian Agri Group. Kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group yang diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun sudah cukup bukti. Tapi, hingga kini penyidik pajak dan jaksa penuntut umum belum menemukan konstruksi hukum yang tepat. Demikian dikatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji sebelum rapat kabinet di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/2) (Metrotvnews.com, Kamis, 18 Februari 2010). Dengan penggelapan pajak yang mencapai 1,3 triliun sudah jelas merugikan negara. Mengapa pajak harus digelapkan? padahal kita hidup, bertempat tinggal dan membangun usaha di Negara ini dan dengan membayar pajak maka kita dapat membantu Negara kita untuk dapat maju kedepan.
Sebenarnya penanganan kasus pajak oleh dirjen pajak tidak pernah tuntas. Ditjen Pajak harus tegas menuntaskan kasus pajak yang selama ini terjadi. Kalau banyak yang tidak tuntas maka masyarakat akan terbiasa dengan kasus seperti itu.( INILAH.COM, 11/02/2010). Sebagai penegak hukum seharusnya Ditjen pajak bertindak tegas dan menyelesaikan kasus pajak sampai tuntas. Karena dengan penanganan yang tidak tuntas maka akan makin banyak masyarakat yang melakukan kasus pajak. Selain dari masyarakatnya yang harus sadar, para penegak hukum Negara juga harus bekerja sampai tuntas dan benar. Dengan kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah maka kasus-kasus pajak yang ada dapat dituntaskan dan tidak akan ada lagi kasus pajak di Indonesia.
Sumber : 1. www.inilah.com (Sabtu, 13 Februari 2010)
2.www.metrotvnews.com(Kamis, 18 Februari 2010)
3. www.inilah.com (Kamis, 11 Februari 2010)
4. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/permasalahan-pajak-yang-tak-kunjung-padam-di-indonesia/
Dari sekian kasus yang membelit negeri ini, kasus pajak menduduki peringkat kedua setelah kasus korupsi yang sedang mewabah di semua kalangan saat ini. Dari sejak dahulu, Departemen yang satu ini memang terkenal sarat dengan permainan antara para pegawai yang terkait dengan para wajib pajak sehingga menyebabkan berkurangnya rasa percaya masyarakat terhadap departemen ini atau bahkan sudah menjalar ke rasa tidak percaya kepada pemerintah. Hal ini membuat masyarakat enggan untuk taat membayar pajak walaupun itu merupakan kewajiban sebagai warga negara yang baik.Berikut ini adalah contoh beberapa kasus pajak yang sering terjadi di sekitar kita:# Kasus 1Harus diakui bahwa banyak orang asing yang mempunyai properti di Bali. Baik itu berupa hotel, home stay, villa, dll. Untuk menghindari besarnya pajak yang harus mereka bayar, tidak sedikit para pemilik yang warga negara asing tersebut melakukan transaksi di luar negeri untuk para tamu yang akan menginap. Jadi setelah terjadi kesepakatan rates kamar, para calon tamu akan melakukan pembayaran berupa transfer ke rekening bank di luar negeri milik owner dari tempat mereka akan menginap, Jadi pada saat mereka sampai di Bali tidak terjadi lagi transaksi pembayaran sehingga para pemilik tidak mempunyai bukti transaksi untuk diperlihatkan kepada petugas pajak. Hal ini bisa mengurangi jumlah pajak pendapatan yang harus mereka bayar kepada pemerintah.# Kasus 2Bagi para pengusaha eksport barang berbahan dasar kayu, pemerintah Indonesia telah mewajibkan untuk memiliki sertifikat BRIK dan ETPIK yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Selain digunakan untuk memvalidasi jumlah kayu yang digunakan juga digunakan sebagai salah satu syarat dokumen eksport sehingga pemerintah bisa memantau berapa jumlah eksport yang dilakukan untuk mengetahui besarnya pajak yang harus dibayar para pengusaha. Namun, tidak sedikit pengusaha yang menyewa kedua dokumen tersebut (bahkan dokumen eksport yang lain) untuk menghindari membayar pajak kepada pemerintah. Dengan menyewa dokumen dari perusahaan lain (bahkan disinyalir ada perusahaan yang khusus menyewakan dokumen-dokumen eksport), semua transaksi eksport tidak bisa dipantau oleh pemerintah sehingga para pengusaha bisa terlepas dari kewajiban membayar pajak.# Kasus 3Pada tahun 2008 yang lalu pemerintah mempunyai program sunset policy bagi para wajib pajak.Sunset Policy bisa dibilang sebagai pengampunan dari pemerintah terhadap para wajib pajak yang dianggap kurang taat. Pengampunan itu bisa berupa penghapusan sanksi administrasi yang berupa bunga dan sanksi administrasi atas pajak yang kurang atau tidak dibayar. Tidak sedikit pengusaha yang memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan pengampunan dari pemerintah. Seperti kasus Gayus, wajib pajak bekerjasama dengan pegawai pajak untuk membuat laporan fiktif atas besarnya pajak yang belum dibayar. Bagi perusahaan besar dengan asset yang besar pula tentu mempunyai kewajiban membayar pajak yang tidak bisa dibilang sedikit. Sehingga besarnya "pengampunan" yang mereka terima dari pemerintah juga jumlahnya besar. Hal ini tidak bisa dibenarkan karena telah menyalahi fungsi dari sunset policy itu sendiri# Kasus 4Bila kita pernah bekerja di perusahaan perseorangan yang dikelola dengan manajemen yang kurang baik, pembuatan laporan keuangan ganda sudah merupakan hal yang biasa terutama pada perusahaan dagang. Jadi, pegawai bagian accounting / keuangan dituntut untuk membuat laporan keuangan ganda yang bertujuan untuk menghindari atau memperkecil besarnya nilai pajak yang harus dibayar. Laporan keuangan yang sesungguhnya disimpan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi dan laporan keuangan yang fiktif disiapkan sedemikian rupa untuk laporan pajak. Hal ini berlaku juga untuk semua data penjualan yang berada di komputer kantor. Biasanya para pemilik akan kelabakan bila petugas pajak melakukan verifikasi / pengecekan di lapangan. Hal seperti ini sangatlah tidak terpuji mengingat slogan pemerintah "orang bijak taat pajak"
http://carapedia.com/kasus_pajak_info708.html